Sabtu, 11 Juni 2016

Jilbab dan Netralitas Polisi





Kapolri Jenderal Sutarman sudah membolehkan polisi wanita untuk mengenakan jilbab sekalipun hanya sebatas omongan. Beberapa pekan lalu wacana ini muncul ke publik, berbagai tanggapan pun bermunculan.


Saya pernah berbincang dengan Wakil Ketua MUI, Amir Syah. Ia menjelaskan, apa yang dilakukan Kapolri sekarang merupakan langkah yang sudah seharusnya dilakukan sejak dahulu. Jilbab merupakan hak bagi warga negara (muslim) untuk mengenakannya karena memang dilindungi UUD '45 tentang kebebasan beragama dan menjalankan ibadah.


Mengenakan jilbab ibadah? saya kurang paham tentang hal itu, dan saya tidak ingin masuk ke ranah tersebut karena ibadah dan tidak ibadah itu tuhan yang menentukan, kita hanya menjalankan. Tapi, secuil hal yang harus saya pertahankan yaitu kebebasan seseornag untuk menjalankan ibadah.


Hak Asasi Manusia merupakan hak prerogatif yang seutuhnya dimiliki sejak lahir. Kita sudah mafhum tentunya, hak itu dijalankan sesuai norma yang berlaku, di mana norma-norma tersebut berasal dari musyawarah masyarakat. Saya berpikir, pengenaan jilbab yang merupakan hak, tidak pernah lepas dari norma masyarakat (sosial) yang mengaturnya. Pengaturan ini bukan masalah mode-nya, misal jilbab harus berwarna merah jambu atau dicondongkan ke kiri dengan belasan lipatan seperti model sekarang.


Namun, masalah tanggung jawab sosial yang diemban oleh kelompok atau instansi tertentu. Tugas pokok polisi ialah membuat lingkungan masyarakat bebas dari tindak pidana sekalipun tidak seluruhnya permasalahan bisa dipegang polisi. Menurut saya, ada hal-hal tertentu yang harus dicermati pihak kepolisian, seperti polisi wanita yang menangani kasus SARA di daerah tertentu. Saya tidak bisa menafikan kemungkinan adanya penarikan diri dari ''korban SARA'' yang bukan Islam harus ditanggulangi dengan polwan berjilbab.


Penarikan diri tersebut mulai dari adanya kecurigaan atau kebencian korban terhadap agama tertentu efek tragedi SARA. Pasalnya, Jilbab tidak hanya sekadar identitas diri, namun Jilbab merupakan simbol agama tertentu dan polisi dinilai harus memiliki netralitas yang tidak hanya dikedepankan dalam sikap namun dalam simbol-simbol tersebut.


Polisi bukan masyarakat umum yang tidak memiliki kewajiban untuk mengurai konflik atau menangkalnya. Polisi memiliki tugas tertentu di mana kebutuhan akan 'tidak memihak' apapun dapat dikedepankan. Artiannya, penegak kebenaran tanpa embel-embel apapun.


Saya pikir Kapolri perlu memertimbangkan ini. Bukan berarti pelarangan pengenaan jilbab, namun ada secuil hal yang memang harus dipikirkan. Islam adalah rahmat bagi manusia, saya yakin Islam lebih mementingkan kepentingan manusia banyak daripada mengurusi kepentingan pribadi dalam huru-hara pengenaan jilbab.


0 komentar:

Posting Komentar